Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Zarof akhirnya buka suara.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar kekayaannya berasal dari aktivitasnya sebagai perantara jual-beli lahan tambang.
“Saya beberapa kali menjadi seperti apa yang disebut perantara untuk jual beli tambang,” ungkap Zarof.
Kegiatan ini disebutnya dimulai sejak 2016, saat ia menjabat sebagai Kepala Badan Litbang dan Diklat Kumdil MA.
Zarof mengklaim menjadi broker tambang emas di Papua dan tambang nikel di daerah lain.
“Ada emas di Papua, ada juga batubara,” jelas Zarof.
Ia mengaku mendapatkan sekitar Rp10 miliar dari satu proyek tambang emas, dan Rp100 miliar dari proyek tambang nikel.
“Yang jelas itu di atas 10 miliar an lebih," jelasnya.
Dalam dugaan penyidik semuanya dilakukan tanpa kontrak atau bukti resmi, dengan alasan ia adalah pejabat negara dan tidak ingin menimbulkan konflik kepentingan.
Namun pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya. Jika benar hanya Rp110 miliar yang diperolehnya, lalu dari mana asal sisanya?
Transisi karier Zarof dari pejabat ke posisi yang kini tengah diselidiki terkait pengurusan perkara terjadi secara bertahap.
Menurut penyidik, perbuatan Zarof dalam mengatur perkara di Mahkamah Agung telah berlangsung lama, bahkan sejak 2012.
“TPPU-nya selama dia menjabat sebagai ASN, yaitu 2012 sampai 2022,” jelas Jampidsus Febrie Adriansyah.
Ia memanfaatkan jabatannya untuk mendekati pihak-pihak yang berperkara, berdasarkan pengakuan Zarof ia juga menerima imbalan dalam bentuk tunai atau logam mulia.
Hal ini dikuatkan oleh pengakuan Zarof sendiri yang mengatakan dirinya lupa sudah menangani berapa banyak kasus.
Dalam rentang waktu 10 tahun, menurut penyidik menduga hal ini telah menjadi sumber kekayaan utamanya, jauh melampaui pendapatannya sebagai pejabat negara.
Melihat seluruh rangkaian fakta, muncul satu pertanyaan besar: bagaimana tepatnya Zarof Ricar mengumpulkan uang sebesar Rp920 miliar?
Simak di halaman berikutnya untuk mengetahui bagaimana Zarof Ricar mengumpulkan uang sebesar Rp920 miliar…
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Zarof akhirnya buka suara.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar kekayaannya berasal dari aktivitasnya sebagai perantara jual-beli lahan tambang.
“Saya beberapa kali menjadi seperti apa yang disebut perantara untuk jual beli tambang,” ungkap Zarof.
Kegiatan ini disebutnya dimulai sejak 2016, saat ia menjabat sebagai Kepala Badan Litbang dan Diklat Kumdil MA.
Zarof mengklaim menjadi broker tambang emas di Papua dan tambang nikel di daerah lain.
“Ada emas di Papua, ada juga batubara,” jelas Zarof.
Ia mengaku mendapatkan sekitar Rp10 miliar dari satu proyek tambang emas, dan Rp100 miliar dari proyek tambang nikel.
“Yang jelas itu di atas 10 miliar an lebih," jelasnya.
Dalam dugaan penyidik semuanya dilakukan tanpa kontrak atau bukti resmi, dengan alasan ia adalah pejabat negara dan tidak ingin menimbulkan konflik kepentingan.
Namun pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya. Jika benar hanya Rp110 miliar yang diperolehnya, lalu dari mana asal sisanya?
Transisi karier Zarof dari pejabat ke posisi yang kini tengah diselidiki terkait pengurusan perkara terjadi secara bertahap.
Menurut penyidik, perbuatan Zarof dalam mengatur perkara di Mahkamah Agung telah berlangsung lama, bahkan sejak 2012.
“TPPU-nya selama dia menjabat sebagai ASN, yaitu 2012 sampai 2022,” jelas Jampidsus Febrie Adriansyah.
Ia memanfaatkan jabatannya untuk mendekati pihak-pihak yang berperkara, berdasarkan pengakuan Zarof ia juga menerima imbalan dalam bentuk tunai atau logam mulia.
Hal ini dikuatkan oleh pengakuan Zarof sendiri yang mengatakan dirinya lupa sudah menangani berapa banyak kasus.
Dalam rentang waktu 10 tahun, menurut penyidik menduga hal ini telah menjadi sumber kekayaan utamanya, jauh melampaui pendapatannya sebagai pejabat negara.
Melihat seluruh rangkaian fakta, muncul satu pertanyaan besar: bagaimana tepatnya Zarof Ricar mengumpulkan uang sebesar Rp920 miliar?
Simak di halaman berikutnya untuk mengetahui bagaimana Zarof Ricar mengumpulkan uang sebesar Rp920 miliar…