DB NEWS - Takhta Suci Vatikan resmi memulai prosesi pemilihan Paus baru yang dikenal dengan sebutan Konklaf, pada 7 Mei 2025 di Kapel Sistina. Pemilihan ini digelar sekitar 15 hingga 20 hari setelah wafatnya Paus Fransiskus.
Setiap kali seorang Paus meninggal dunia atau secara resmi mengundurkan diri, umat Katolik di seluruh dunia dengan penuh harap menantikan siapa yang akan terpilih sebagai penerus takhta Suci Petrus.
Konklaf ke-76 ini dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re yang juga memimpin Konklaf pada 2013 yang memilih Fransiskus.
Sebanyak 133 kardinal dari 69 negara berkumpul untuk mengikuti konklaf kepausan guna memilih pemimpin baru yang ke-267 bagi 1,4 miliar umat Katolik dunia.
Proses Konklaf tahun 2025 ini mencatat sejumlah rekor penting dalam sejarah modern Gereja Katolik, salah satunya adalah jumlah kardinal pemilih terbanyak yang pernah terlibat dalam pemilihan Paus.
(BACA JUGA: Sita Rp565 Miliar Kasus Korupsi Gula, Kejagung Tak Minta Tom Lembong Bayar Kerugian Negara)
Dari seluruh kardinal yang berpartisipasi dalam Konklaf tahun ini, sebanyak 108 orang akan menjalani pengalaman pertama mereka dalam pemilihan Paus. Ini menunjukkan adanya generasi baru dalam tubuh kepemimpinan Gereja Katolik.
Sementara itu, hanya tersisa lima kardinal yang pernah mengikuti Konklaf pada masa Paus Yohanes Paulus II, menandakan betapa besar perubahan dan peremajaan yang telah terjadi dalam struktur hirarki Vatikan selama beberapa dekade terakhir.
Lantas, bagaimana cara pemilihan Paus baru melalui tradisi Konklaf?
Konklaf adalah proses tertutup yang dilakukan oleh para kardinal Gereja Katolik Roma untuk memilih Paus baru, yaitu pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia.
Selama konklaf, para kardinal menjalani pemungutan suara berulang hingga salah satu kandidat memperoleh setidaknya dua pertiga suara mayoritas.
Saat ini, hanya Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang diizinkan untuk memberikan suara.
Prosesi berlangsung dalam suasana sangat tertutup dan dijaga ketat dari pengaruh luar.
Setiap sesi pemungutan suara ditandai dengan pembakaran surat suara. Asap hitam menandakan belum ada Paus terpilih, sedangkan asap putih menjadi simbol bahwa seorang Paus baru telah dipilih.
Jika suara tidak mencapai minimal, pemungutan akan kembali diulang dua kali setiap pagi dan dua kali setelah tengah hari.
Apabila setelah hari ketiga tidak ada paus yang terpilih, dapat dilakukan istirahat satu hari untuk berdoa.
Proses ini diulang setelah setiap tujuh pemungutan suara. Setelah 33 putaran akan terjadi putaran kedua antara dua peraih suara terbanyak.
Munculnya asap hitam pada hari pertama dalam Konklaf 2025 kepausan menandakan bahwa sampai saat ini belum ada paus baru yang terpilih.
Sehingga Konklaf 2025 hari kedua dilanjutkan kembali pada Kamis, 8 Mei 2025.
Kalimat ikonik “habemus papam” dalam bahasa Latin yang artinya “kita memiliki seorang paus” akan diucapkan oleh kardinal protodiakon dari balkon Basilika Santo Petrus seusai asap putih keluar.
Setelah terpilih melalui proses di Konklaf, Dewan Kardinal atau pemimpin pemilihan itu akan bertanya ke Paus baru apakah dia bersedia menjadi Paus dan nama apa yang akan dipilih.
Mengubah nama merupakan salah satu tindakan pertama yang dilakukan Paus setelah terpilih.
Nama itu punya peran simbolis dalam menentukan kepemimpinan gereja di masa mendatang.
Saat Takhta Suci sedang sede vacante atau berarti “takhta kosong”, Gereja Katolik dipimpin sementara oleh seorang Kardinal Camerlengo.
Camerlengo adalah pejabat tinggi Vatikan yang bertanggung jawab atas urusan administratif dan keuangan selama masa kekosongan takhta Paus.
Meskipun ia tidak memiliki wewenang spiritual seperti seorang Paus, Camerlengo memastikan bahwa segala hal berjalan lancar di dalam pemerintahan Gereja selama masa transisi.
Secara hukum Gereja, tidak ada syarat tertulis bahwa Paus harus seorang kardinal, uskup, atau bahkan imam.
Namun, dalam praktiknya, sejak abad ke-14, Paus selalu dipilih dari kalangan kardinal khususnya yang sudah ditahbiskan sebagai uskup.
Meskipun tak ada aturan tertulis, sejarah mencatat bahwa…
DB NEWS - Takhta Suci Vatikan resmi memulai prosesi pemilihan Paus baru yang dikenal dengan sebutan Konklaf, pada 7 Mei 2025 di Kapel Sistina. Pemilihan ini digelar sekitar 15 hingga 20 hari setelah wafatnya Paus Fransiskus.
Setiap kali seorang Paus meninggal dunia atau secara resmi mengundurkan diri, umat Katolik di seluruh dunia dengan penuh harap menantikan siapa yang akan terpilih sebagai penerus takhta Suci Petrus.
Konklaf ke-76 ini dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re yang juga memimpin Konklaf pada 2013 yang memilih Fransiskus.
Sebanyak 133 kardinal dari 69 negara berkumpul untuk mengikuti konklaf kepausan guna memilih pemimpin baru yang ke-267 bagi 1,4 miliar umat Katolik dunia.
Proses Konklaf tahun 2025 ini mencatat sejumlah rekor penting dalam sejarah modern Gereja Katolik, salah satunya adalah jumlah kardinal pemilih terbanyak yang pernah terlibat dalam pemilihan Paus.
(BACA JUGA: Sita Rp565 Miliar Kasus Korupsi Gula, Kejagung Tak Minta Tom Lembong Bayar Kerugian Negara)
Dari seluruh kardinal yang berpartisipasi dalam Konklaf tahun ini, sebanyak 108 orang akan menjalani pengalaman pertama mereka dalam pemilihan Paus. Ini menunjukkan adanya generasi baru dalam tubuh kepemimpinan Gereja Katolik.
Sementara itu, hanya tersisa lima kardinal yang pernah mengikuti Konklaf pada masa Paus Yohanes Paulus II, menandakan betapa besar perubahan dan peremajaan yang telah terjadi dalam struktur hirarki Vatikan selama beberapa dekade terakhir.
Lantas, bagaimana cara pemilihan Paus baru melalui tradisi Konklaf?
Konklaf adalah proses tertutup yang dilakukan oleh para kardinal Gereja Katolik Roma untuk memilih Paus baru, yaitu pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia.
Selama konklaf, para kardinal menjalani pemungutan suara berulang hingga salah satu kandidat memperoleh setidaknya dua pertiga suara mayoritas.
Saat ini, hanya Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang diizinkan untuk memberikan suara.
Prosesi berlangsung dalam suasana sangat tertutup dan dijaga ketat dari pengaruh luar.
Setiap sesi pemungutan suara ditandai dengan pembakaran surat suara. Asap hitam menandakan belum ada Paus terpilih, sedangkan asap putih menjadi simbol bahwa seorang Paus baru telah dipilih.
Jika suara tidak mencapai minimal, pemungutan akan kembali diulang dua kali setiap pagi dan dua kali setelah tengah hari.
Apabila setelah hari ketiga tidak ada paus yang terpilih, dapat dilakukan istirahat satu hari untuk berdoa.
Proses ini diulang setelah setiap tujuh pemungutan suara. Setelah 33 putaran akan terjadi putaran kedua antara dua peraih suara terbanyak.
Munculnya asap hitam pada hari pertama dalam Konklaf 2025 kepausan menandakan bahwa sampai saat ini belum ada paus baru yang terpilih.
Sehingga Konklaf 2025 hari kedua dilanjutkan kembali pada Kamis, 8 Mei 2025.
Kalimat ikonik “habemus papam” dalam bahasa Latin yang artinya “kita memiliki seorang paus” akan diucapkan oleh kardinal protodiakon dari balkon Basilika Santo Petrus seusai asap putih keluar.
Setelah terpilih melalui proses di Konklaf, Dewan Kardinal atau pemimpin pemilihan itu akan bertanya ke Paus baru apakah dia bersedia menjadi Paus dan nama apa yang akan dipilih.
Mengubah nama merupakan salah satu tindakan pertama yang dilakukan Paus setelah terpilih.
Nama itu punya peran simbolis dalam menentukan kepemimpinan gereja di masa mendatang.
Saat Takhta Suci sedang sede vacante atau berarti “takhta kosong”, Gereja Katolik dipimpin sementara oleh seorang Kardinal Camerlengo.
Camerlengo adalah pejabat tinggi Vatikan yang bertanggung jawab atas urusan administratif dan keuangan selama masa kekosongan takhta Paus.
Meskipun ia tidak memiliki wewenang spiritual seperti seorang Paus, Camerlengo memastikan bahwa segala hal berjalan lancar di dalam pemerintahan Gereja selama masa transisi.
Secara hukum Gereja, tidak ada syarat tertulis bahwa Paus harus seorang kardinal, uskup, atau bahkan imam.
Namun, dalam praktiknya, sejak abad ke-14, Paus selalu dipilih dari kalangan kardinal khususnya yang sudah ditahbiskan sebagai uskup.
Meskipun tak ada aturan tertulis, sejarah mencatat bahwa…