DB NEWS - Tak hanya ambruk karena lilitan utang, PT Sritex kini menjadi episentrum skandal korupsi bank yang diduga merugikan negara hingga Rp692 miliar. Sang Komisaris Utama, Iwan Setiawan Lukminto, kini menyandang status tersangka dalam dugaan korupsi kredit perbankan senilai Rp3,5 triliun—sebuah pukulan telak bagi industri tekstil nasional
PT. Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal dengan nama Sritex, dulu merupakan simbol kejayaan industri tekstil nasional.
Namun, kini perusahaan yang pernah menyandang gelar sebagai produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara itu harus menghadapi kenyataan pahit.
Awal mula kecurigaan muncul saat Kejaksaan Agung menemukan perbedaan mencolok dalam laporan keuangan Sritex periode 2020–2021.
Pada tahun 2020, perusahaan masih mencatatkan keuntungan sebesar 85,32 juta USD atau setara Rp1,24 triliun.
(BACA JUGA: Momen Mengharukan! Sekumpulan Ibu-Ibu Jaga Logistik Hingga Sore di 'Indonesia Gelap')
Namun, hanya berselang satu tahun, Sritex tiba-tiba melaporkan kerugian sebesar 1,08 miliar USD atau sekitar Rp15,65 triliun.
Lonjakan kerugian yang begitu besar ini dianggap tidak wajar oleh tim penyidik.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyebutkan bahwa perbedaan angka laba dan rugi yang begitu drastis dalam waktu singkat merupakan indikasi adanya anomali keuangan yang patut dicurigai.
"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ungkap Abdul Qohar.
Dari sinilah benang merah diduga melakukan korupsi mulai ditarik oleh Kejagung.
Bagaimana awal mula kepailitan Sritex? Apa dampak dari kepailitan Sritex? Simak di halaman berikutnya!
DB NEWS - Tak hanya ambruk karena lilitan utang, PT Sritex kini menjadi episentrum skandal korupsi bank yang diduga merugikan negara hingga Rp692 miliar. Sang Komisaris Utama, Iwan Setiawan Lukminto, kini menyandang status tersangka dalam dugaan korupsi kredit perbankan senilai Rp3,5 triliun—sebuah pukulan telak bagi industri tekstil nasional
PT. Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal dengan nama Sritex, dulu merupakan simbol kejayaan industri tekstil nasional.
Namun, kini perusahaan yang pernah menyandang gelar sebagai produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara itu harus menghadapi kenyataan pahit.
Awal mula kecurigaan muncul saat Kejaksaan Agung menemukan perbedaan mencolok dalam laporan keuangan Sritex periode 2020–2021.
Pada tahun 2020, perusahaan masih mencatatkan keuntungan sebesar 85,32 juta USD atau setara Rp1,24 triliun.
(BACA JUGA: Momen Mengharukan! Sekumpulan Ibu-Ibu Jaga Logistik Hingga Sore di 'Indonesia Gelap')
Namun, hanya berselang satu tahun, Sritex tiba-tiba melaporkan kerugian sebesar 1,08 miliar USD atau sekitar Rp15,65 triliun.
Lonjakan kerugian yang begitu besar ini dianggap tidak wajar oleh tim penyidik.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyebutkan bahwa perbedaan angka laba dan rugi yang begitu drastis dalam waktu singkat merupakan indikasi adanya anomali keuangan yang patut dicurigai.
"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ungkap Abdul Qohar.
Dari sinilah benang merah diduga melakukan korupsi mulai ditarik oleh Kejagung.
Bagaimana awal mula kepailitan Sritex? Apa dampak dari kepailitan Sritex? Simak di halaman berikutnya!