Kenapa Idul Adha Disebut Lebaran Haji? Ini Makna dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui!
30 May 2025 - Dbmedianews
Author: Helga Almirah Chalanta Ramadhan
Editor: Ahmad Dzul Ilmi Muis
33 0

DB NEWS - Setiap tahunnya umat islam di seluruh dunia merayakan Idul Adha dengan penuh kekhusyukan. Namun, di Indonesia, hari besar ini juga kerap dikenal dengan sebutan Lebaran Haji.

Hari besar ini bukan sekedar momen menyembelih hewan kurban, tetapi juga memiliki makna spiritual yang dalam dan sejarah panjang, terutama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci, Makkah.

Apa itu Lebaran Haji? Mengapa Idul Adha di Indonesia punya sebutan yang berbeda dari negara muslim lainnya?

Dari Hari Raya Kurban ke Lebaran Haji

Secara terminologi, Idul Adha berasal dari Bahasa Arab yang berarti “Hari Raya Kurban”. Ini mengacu pada salah satu ritual penting dalam perayaan ini, yaitu penyembelihan hewan kurban.

Praktik ini menjadi bentuk ketaatan dan keteladanan terhadap kisah Nabi Ibrahim a.s. Namun, dalam prakteknya masyarakat Indonesia kerap menyebut Idul Adha sebagai “Lebaran Haji”.

(BACA JUGA: Sholat Idul Adha 2025: Panduan Lengkap Niat, Tata Cara, Keutamaan, dan Tradisi Unik di Indonesia)

Istilah yang menggambarkan keterkaitan erat antara Idul Adha dengan pelaksanaan ibadah Haji di Tanah Suci.

Penyebutan tersebut tidak muncul begitu saja. Sebutan “Lebaran Haji” muncul karena pelaksanaan Idul Adha bertepatan dengan puncak ibadah haji di Makkah, yaitu pada 10 Dzulhijjah.

Ini adalah momentum di mana jemaah haji dari berbagai belahan dunia melaksanakan sejumlah rukun penting dalam ibadah haji.

Penyebutan Idul Adha sebagai “Lebaran Haji” memang erat kaitannya dengan waktu pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.

Untuk memahami mengapa Lebaran Haji disebut demikian, kita perlu mengulas kalender Hijriah dan bulan Dzulhijjah yang berperan penting dalam pelaksanaan ibadah haji.

(BACA JUGA: Puasa Dzulhijjah 2025: Jadwal Lengkap, Keutamaan, dan Pahala Setara Setahun!)

Kalender Hijriah dan Bulan Haji

Bulan Dzulhijjah juga dikenal sebagai “Bulan haji” karena seluruh rangkaian pelaksanaan ibadah haji berlangsung di bulan ini.

Meski demikian, Al-Qur’an menyebut bahwa musim haji berlangsung selama tiga bulan, yakni Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 197

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!” (QS Al-Baqarah [2]: 197).

Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “Bulan-bulan yang dimaklumi” dalam ayat tersebut adalah masa yang memperbolehkan seseorang memulai niat ihram untuk haji, bukan pelaksanaan semua rangkaian ibadahnya.

(BACA JUGA: Makna Idul Adha 2025: Tak Sekadar Kurban, Tapi Pengingat Akan Krisis Empati Kita?)

Sebab, menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, pelaksanaan rukun haji hanya membutuhkan waktu beberapa hari saja, bukan berbulan-bulan.

Meskipun disebut sebagai “Bulan haji”, tidak semua hari dalam Dzulhijjah digunakan untuk melaksanakan rukun haji.

Para ulama menekankan bahwa hanya ada beberapa hari khusus yang ditetapkan untuk ritual utama dalam ibadah haji, sesuai dengan contoh dari Rasulullah SAW.

Rincian Waktu Pelaksanaan Rukun Haji

Dalam praktiknya, ibadah haji memiliki lima rukun utama yang pelaksanaannya telah ditentukan secara ketat.

  1. Ihram dilakukan sejak awal bulan Syawal hingga fajar 10 Dzulhijjah.
  2. Wukuf di Arafah dimulai sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah hingga fajar 10 Dzulhijjah. Rukun ini sangat krusial, karena tanpa melakukannya, haji seseorang tidak sah.
  3. Tawaf Ifadhah dapat dimulai sejak tengah malam 10 Dzulhijjah, dengan keutamaan dilakukan sebelum matahari tergelincir, kemudian dilanjutkan kembali ke Mina.
  4. Sa’i dilakukan setelah tawaf yang sah, dan tidak memiliki batas waktu.
  5. Tahallul, yaitu mencukur atau memotong rambut, dimulai pada malam Hari Raya Kurban dan juga tidak dibatasi waktu.

(BACA JUGA: 5 Resep Olahan Daging Idul Adha 2025: Rendang, Sate, hingga Tongseng Sehat Tanpa Santan!)

Regulasi mengenai waktu ini bersifat tauqifi, artinya tidak bisa diubah karena bersumber langsung dari contoh Nabi Muhammad saw pada peristiwa Haji Wada’.

Ini memperkuat alasan mengapa Idul Adha–yang berlangsung pada waktu pelaksanaan inti ibadah haji, disebut sebagai Lebaran Haji.

Dengan memahami runtutan waktu dan tahapan ibadah haji secara mendalam, kita bisa melihat keterkaitan yang erat antara Idul Adha dan puncak pelaksanaan haji.

Sebab pada hari-hari tersebut, jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia melaksanakan ibadah besar dalam sejarah spiritual mereka.

Bagaimana kaitan historis Idul Adha dan Ibadah Haji?  Apakah makna Idul Adha juga tetap relevan bagi umat Islam di luar pelaksanaan ibadah haji? Simak di halaman berikutnya!

Berita Terbaru
Rekomendasi Berita
Kenapa Idul Adha Disebut Lebaran Haji? Ini Makna dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui!
30 May 2025 - Dbmedianews
Author: Helga Almirah Chalanta Ramadhan Helga Almirah Chalanta Ramadhan
Editor: Ahmad Dzul Ilmi Muis Ahmad Dzul Ilmi Muis
33 0
 

DB NEWS - Setiap tahunnya umat islam di seluruh dunia merayakan Idul Adha dengan penuh kekhusyukan. Namun, di Indonesia, hari besar ini juga kerap dikenal dengan sebutan Lebaran Haji.

Hari besar ini bukan sekedar momen menyembelih hewan kurban, tetapi juga memiliki makna spiritual yang dalam dan sejarah panjang, terutama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci, Makkah.

Apa itu Lebaran Haji? Mengapa Idul Adha di Indonesia punya sebutan yang berbeda dari negara muslim lainnya?

Dari Hari Raya Kurban ke Lebaran Haji

Secara terminologi, Idul Adha berasal dari Bahasa Arab yang berarti “Hari Raya Kurban”. Ini mengacu pada salah satu ritual penting dalam perayaan ini, yaitu penyembelihan hewan kurban.

Praktik ini menjadi bentuk ketaatan dan keteladanan terhadap kisah Nabi Ibrahim a.s. Namun, dalam prakteknya masyarakat Indonesia kerap menyebut Idul Adha sebagai “Lebaran Haji”.

(BACA JUGA: Sholat Idul Adha 2025: Panduan Lengkap Niat, Tata Cara, Keutamaan, dan Tradisi Unik di Indonesia)

Istilah yang menggambarkan keterkaitan erat antara Idul Adha dengan pelaksanaan ibadah Haji di Tanah Suci.

Penyebutan tersebut tidak muncul begitu saja. Sebutan “Lebaran Haji” muncul karena pelaksanaan Idul Adha bertepatan dengan puncak ibadah haji di Makkah, yaitu pada 10 Dzulhijjah.

Ini adalah momentum di mana jemaah haji dari berbagai belahan dunia melaksanakan sejumlah rukun penting dalam ibadah haji.

Penyebutan Idul Adha sebagai “Lebaran Haji” memang erat kaitannya dengan waktu pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.

Untuk memahami mengapa Lebaran Haji disebut demikian, kita perlu mengulas kalender Hijriah dan bulan Dzulhijjah yang berperan penting dalam pelaksanaan ibadah haji.

(BACA JUGA: Puasa Dzulhijjah 2025: Jadwal Lengkap, Keutamaan, dan Pahala Setara Setahun!)

Kalender Hijriah dan Bulan Haji

Bulan Dzulhijjah juga dikenal sebagai “Bulan haji” karena seluruh rangkaian pelaksanaan ibadah haji berlangsung di bulan ini.

Meski demikian, Al-Qur’an menyebut bahwa musim haji berlangsung selama tiga bulan, yakni Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 197

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!” (QS Al-Baqarah [2]: 197).

Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “Bulan-bulan yang dimaklumi” dalam ayat tersebut adalah masa yang memperbolehkan seseorang memulai niat ihram untuk haji, bukan pelaksanaan semua rangkaian ibadahnya.

(BACA JUGA: Makna Idul Adha 2025: Tak Sekadar Kurban, Tapi Pengingat Akan Krisis Empati Kita?)

Sebab, menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, pelaksanaan rukun haji hanya membutuhkan waktu beberapa hari saja, bukan berbulan-bulan.

Meskipun disebut sebagai “Bulan haji”, tidak semua hari dalam Dzulhijjah digunakan untuk melaksanakan rukun haji.

Para ulama menekankan bahwa hanya ada beberapa hari khusus yang ditetapkan untuk ritual utama dalam ibadah haji, sesuai dengan contoh dari Rasulullah SAW.

Rincian Waktu Pelaksanaan Rukun Haji

Dalam praktiknya, ibadah haji memiliki lima rukun utama yang pelaksanaannya telah ditentukan secara ketat.

  1. Ihram dilakukan sejak awal bulan Syawal hingga fajar 10 Dzulhijjah.
  2. Wukuf di Arafah dimulai sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah hingga fajar 10 Dzulhijjah. Rukun ini sangat krusial, karena tanpa melakukannya, haji seseorang tidak sah.
  3. Tawaf Ifadhah dapat dimulai sejak tengah malam 10 Dzulhijjah, dengan keutamaan dilakukan sebelum matahari tergelincir, kemudian dilanjutkan kembali ke Mina.
  4. Sa’i dilakukan setelah tawaf yang sah, dan tidak memiliki batas waktu.
  5. Tahallul, yaitu mencukur atau memotong rambut, dimulai pada malam Hari Raya Kurban dan juga tidak dibatasi waktu.

(BACA JUGA: 5 Resep Olahan Daging Idul Adha 2025: Rendang, Sate, hingga Tongseng Sehat Tanpa Santan!)

Regulasi mengenai waktu ini bersifat tauqifi, artinya tidak bisa diubah karena bersumber langsung dari contoh Nabi Muhammad saw pada peristiwa Haji Wada’.

Ini memperkuat alasan mengapa Idul Adha–yang berlangsung pada waktu pelaksanaan inti ibadah haji, disebut sebagai Lebaran Haji.

Dengan memahami runtutan waktu dan tahapan ibadah haji secara mendalam, kita bisa melihat keterkaitan yang erat antara Idul Adha dan puncak pelaksanaan haji.

Sebab pada hari-hari tersebut, jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia melaksanakan ibadah besar dalam sejarah spiritual mereka.

Bagaimana kaitan historis Idul Adha dan Ibadah Haji?  Apakah makna Idul Adha juga tetap relevan bagi umat Islam di luar pelaksanaan ibadah haji? Simak di halaman berikutnya!

Tautan telah disalin ke clipboard!