Mengapa RUU Ini Dianggap Kontroversial?
RUU ini memicu perdebatan sengit. Di satu sisi, banyak pihak mendukung langkah ini sebagai upaya untuk melindungi kesehatan mental anak dan remaja.
Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan bisa memicu insecurity, depresi, dan kecemasan sosial pada kelompok usia muda.
Bahkan, organisasi kesehatan mental dan perlindungan anak menyambut baik usulan ini karena dianggap sebagai bentuk proteksi terhadap generasi digital.
Menurut laporan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2023, sebanyak 42% remaja perempuan di Amerika Serikat merasa “terus-menerus sedih atau putus asa.”
Dari angka tersebut, sekitar 30% di antaranya menyatakan bahwa perasaan negatif tersebut berkaitan langsung dengan penggunaan media sosial yang berlebihan.
Data ini memperkuat kekhawatiran bahwa platform digital tidak hanya berisiko terhadap keamanan data, tetapi juga memberikan dampak nyata pada kesehatan mental dan emosional generasi muda.
Namun di sisi lain, para pengkritik menilai bahwa RUU ini terlalu ekstrem dan membatasi kebebasan berekspresi anak di ruang digital.
Para peneliti kebijakan digital dan kelompok advokasi kebebasan sipil berargumen bahwa larangan menyeluruh seperti ini berpotensi melanggar hak konstitusional warga, terutama dalam konteks Amandemen Pertama di Amerika Serikat yang menjamin kebebasan berbicara.
Beberapa ahli teknologi juga mengingatkan bahwa kebijakan seperti ini akan sulit diterapkan secara teknis, karena banyak anak-anak dan remaja yang menggunakan identitas palsu atau akun anonim.
Mereka menilai bahwa pendekatan edukatif dan penguatan literasi digital justru lebih realistis dibandingkan pelarangan total.
Mengapa RUU Ini Dianggap Kontroversial?
RUU ini memicu perdebatan sengit. Di satu sisi, banyak pihak mendukung langkah ini sebagai upaya untuk melindungi kesehatan mental anak dan remaja.
Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan bisa memicu insecurity, depresi, dan kecemasan sosial pada kelompok usia muda.
Bahkan, organisasi kesehatan mental dan perlindungan anak menyambut baik usulan ini karena dianggap sebagai bentuk proteksi terhadap generasi digital.
Menurut laporan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2023, sebanyak 42% remaja perempuan di Amerika Serikat merasa “terus-menerus sedih atau putus asa.”
Dari angka tersebut, sekitar 30% di antaranya menyatakan bahwa perasaan negatif tersebut berkaitan langsung dengan penggunaan media sosial yang berlebihan.
Data ini memperkuat kekhawatiran bahwa platform digital tidak hanya berisiko terhadap keamanan data, tetapi juga memberikan dampak nyata pada kesehatan mental dan emosional generasi muda.
Namun di sisi lain, para pengkritik menilai bahwa RUU ini terlalu ekstrem dan membatasi kebebasan berekspresi anak di ruang digital.
Para peneliti kebijakan digital dan kelompok advokasi kebebasan sipil berargumen bahwa larangan menyeluruh seperti ini berpotensi melanggar hak konstitusional warga, terutama dalam konteks Amandemen Pertama di Amerika Serikat yang menjamin kebebasan berbicara.
Beberapa ahli teknologi juga mengingatkan bahwa kebijakan seperti ini akan sulit diterapkan secara teknis, karena banyak anak-anak dan remaja yang menggunakan identitas palsu atau akun anonim.
Mereka menilai bahwa pendekatan edukatif dan penguatan literasi digital justru lebih realistis dibandingkan pelarangan total.